PRAKTEK
MONOPOLI DI INDONESIA
PRA
DAN PASCA UNDANG-UNDANG
NOMOR
5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN
PRAKTEK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA
TIDAK SEHAT
Penulis : Pandu Soetjitro (NIM. B4A000054)
Institusi : Universitas Diponegoro Semarang
Kata Kunci : Monopoli – Persaingan, Industri
Kecil
ABSTRAKSI
Penelitian ini
didasarkan pada praktek Monopoli dan persaingan tidak sehat
antara
pengusaha di Indonesia
sejak era Orde Baru yang hasilnya masih membahayakan konsumen dan
pengusaha lain,
khususnya untuk industri yang keadaan finansialnya kurang baik meskipun
persaingan
itu sangat dibutuhkan untuk menambahkan kreativitas, efektivitas, dan
persaingan kekuasaan
di industri mereka sendiri.
Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk
mengetahui dan memiliki penjelasan tentang praktek monopoli dan
persaingan
tidak sehat dalam proses bisnis Indonesia, sebagai konglomerasi
bisnis atau
industri kecil dan memiliki penjelasan tentang perubahan
kondisi persaingan
usaha di Indonesia setelah UU no 5 th 1999. Jenis penelitian ini adalah
diskriptif
dan analisis karena menurut spesifik tujuan penelitian ini untuk
memberikan
citra tentang
praktek monopoli di Indonesia dan pengaruh terhadap persaingan bisnis
dan
bahwa
regulasi sebelum dan
setelah kelahiran UU no 5 Tahun 1999.
Penelitian
menunjukkan bahwa
benar-benar monopoli dan persaingan bisa berjalan bersama dalam
bisnis,
karena monopoli
memiliki "alami" karakteristik dari bisnis kecil aktivitas
dapat menjadi bisnis
besar atau usaha raksasa juga.
Jadi dapat direkomendasikan bahwa pemerintah harus membuat lebih baik
sistem
ekonomi untuk orang bisnis bisa bersaing dengan adil.
PENDAHULUAN
Dalam dunia
usaha, persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif. Dalam Teori
Ilmu
Ekonomi persaingan yang sempurna adalah suatu
kondisi pasar yang ideal. Paling tidak ada empat asumsi yang melandasi
agar
terjadinya persaingan yang sempurna pada suatu pasar tertentu.
Pertama, pelaku usaha tidak
dapat menentukan secara sepihak harga atas produk atau jasa. Adapun yang
menentukan harga adalah pasar berdasarkan
equilibrium permintaan dan penawaran. Kedua barang dan jasa yang
dihasilkan
oleh pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari
pasar “perfect
homogeneity”, Ketiga pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk
ataupun
keluar dari pasar “perfect mobility of resource” dan Keempat konsumen
dan
pelaku pasar memiliki informasi yang sempurna tentang berbagai hal.
Walaupun dalam kehidupan nyata
sukar ditemui pasar yang didasarkan pada mekanisme persaingan yang
sempurna,
namun persaingan dianggap sebagai suatu hal yang esensial dalam ekonomi
pasar.
Oleh karena dalam keadaan nyata yang kerap terjadi adalah persaingan
tidak
sempurna. Persaingan yang tidak sempurna terdiri dari persaingan
monopolistik
dan oligopoli.
Persaingan memberikan keuntungan
kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen. Dengan adanya
persaingan maka
pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki produk ataupun
jasa
yang dihasilkan sehingga pelaku usaha terus menerus melakukan. inovasi
dan
berupaya keras memberi produk atau jasa yang terbaik bagi konsumen.
Persaingan
akan berdampak pada efisiensinya pelaku usaha dalam menghasilkan produk
atau jasa.
Disisi lain dengan adanya persaingan maka konsumen sangat diuntungkan
karena
mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan
harga
yang murah dan kualitas baik.
Ada beberapa asumsi yang menjadi
dasar untuk menentukan adanya monopoli. Pertama, apabila pelaku usaha
mempunyai
pengaruh untuk menentukan harga. Kedua, pelaku usaha tidak merasa perlu
untuk
menyesuaikan diri terhadap pesaing dan terakhir, adanya “entry barrier”
bagi
pelaku usaha yang ingin masuk dalam pasar yang sudah dimonopoli oleh
pelaku
usaha. Setelah membaca asumsi-asumsi di atas, persaingan yang tidak
sehat akan
mematikan persaingan itu sendiri dan pada gilirannya akan memunculkan
monopoli.
METODOLOGI
Penulisan tesis ini membutuhkan
data yang akurat yang dititikberatkan kepada data primer dari instansi
yang
terkait dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
sehingga
permasalahan pokok yang diteliti dapat dijawab secara tuntas. Agar data
yang dimaksud dapat diperoleh dan
dibahas. Penulis mengemukakan metode sebagai berikut :
a. Metode
Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris karena penulisan ini
dimaksudkan untuk membahas secara teoritik mengenai praktek monopoli
dan persaingan serta pengaruhnya
bagi persaingan usaha serta pengaturannya
dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan
usaha tidak sehat. Penelitian yuridis empiris dilakukan dengan cara
meneliti
data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau data primer dengan
cara melakukan
pengambilan data dari instansi terkait.
b.
Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat diskriptif analistis
karena secara spesifik penelitian ini bertujuan memberikan gambaran
mengenai
praktek monopoli di Indonesia dan pengaruhnya terhadap persaingan usaha
serta pengaturannya
sebelum dan sesudah lahirnya Udang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga dari analisis ini
dapat
diperoleh kesimpulan umum mengenai persaingan bisnis yang paling ideal
dan
tidak mengakibatkan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c.
Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder, data primer atau data yang
diperoleh
langsung dari instansi terkait melalui penelitian lapangan.
d.
Teknik Pengumpula Data
Pengumpulan data untuk penulisan tesis ini
dilakukan melalui pengambilan data dari instansi terkait, dan studi
kepustakaan, dengan mengkaji sejumlah literatur seperti peraturan
perundang-undangan, buku artikel, makalah, laporan hasil penelitian,
majalah
dan surat kabar yang berkenaan dengan persaingan bisnis.
PEMBAHASAN
1.
Praktek
Monopoli Sebelum dan Sesudah Lahirnya UU No.5 Tahun 1999
Monopoli
adalah ciri khas bisnis pada Era Orde Baru yang berdampak sangat
merugikan bagi
perkembangan bisnis dan ekonomi di Indonesia. Kata monopoli berasal dari
bahasa
Yunani yang berarti penjual tunggal. Di Amerika sering digunakan istilah
anti
trust untuk pengertian yang sepadan dengan “anti monopoli” atau istilah
dominasi yang sering dipakai oleh masyarakat Eropa, yang artinya sepadan
dengan
istilah monopoli.
Ketika krisis
mendera, kita sadar bahwa fundamental ekonomi kita rapuh karena prektek
bisnis tidak
sehat. Struktur perekonomian keropos, karena tulang punggung penyangga
tidak
berakar kuat. Kesadaran itu mencapai puncaknya pada tanggal 5 Maret 1999
dengan
dilahirkannya Undang-undang No.5/1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan
tidak sehat (UU anti monopoli). Namun karena berbagai pertimbangan,
pemberlakuannya
disesuaikan agar kalangan dunia usaha mempunyai kesempatan yang cukup
untuk
membenahi diri dan beradaptasi. Namun sampai batas akhir waktu
penyesuaian itu
yaitu 5 September 2000 praktek monopoli terus berjalan. Justru
kesempatan untuk
melakukan penyesuaian tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Kehadiran
UU No.5/1999 itu sebenarnya merupakan refleksi terdalam dari semangat
membangun
sistem ekonomi pasar yang efisien, terbuka dan sehat. UU itupun menjadi
aturan
main yang fair. Setelah lama kita tidak memiliki sistem legal dan kokoh
dibidang ekonomi yang mendasar bagi setiap pelaku ekonomi. Sekaligus
menjaga
agar dunia usaha yang bersaing itu berjalan secara sehat jujur dan adil.
Artinya praktek-praktek monopoli dan sejenisnya dilarang atau setidaknya
diatur
pelaksanaanya.
Beberapa
kegiatan yang dilakukan oleh dan
difasilitasi oleh asosiasi pelaku usaha yang sifatnya anti persaingan.
Sebagaimana diatur dalam konteks UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kegiatan lain itu misalnya
Penetapan
Harga. Sesuai dengan isi pasal 5 ayat (1) UU No.5 tahun 1999 penetapan
harga
didefinisikan sebagai berikut :
“bahwa pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan
harga atas suatu barang dan / atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan
yang sama.“
2. Kondisi
Industri Kecil Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun
1999
Ciri-ciri khusus keterbelakangan industri kecil di
Indonesia:
a.
Lebih dari setengah diantaranya didirikan demi
pengembangan usaha kecil-kecilan
b.
Selain masalah persoalan modal, masalah lain
yang dihadapi industri kecil bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan
usaha.
c.
Sebagaian besar tidak mampu memenuhi persyaratan
adminstrasi guna memperoleh bantuan bank.
d.
Hampir 60% diantaranya masih menggunakan
teknologi tradisional.
e.
Hampir setengah diantaranya hanya mempergunakan
kapasitas terpasang.
Secara
negatif bisa dikatakan bahwa kehadiran UU No. 5/1999 sama sekali tidak
ada
kaitannya dengan usaha kecil. Dengan
dikecualikannya usaha kecil dari UU No. 5/1999, usaha kecil justru
akan
memiliki landasan hokum untuk melakukan semua usaha yang
dilarang oleh UU No5/1999 bagi usaha besar. Artinya kehadiran UU
No.5/1999 akan
menjadi semacam perlindungan terselubung bagi usaha kecil untuk
melakukan
praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Secara operasional usaha
kecil
bukanlah pesaing usaha besar. Usaha
kecil adalah pesaing usaha kecil lainnya.
Artinya sengaja atau tidak UU no.5/1999 telah mengukuhan pelembagaan
dualisme
ekonomi dan mengizinkan berlangsungnya hukum rimba dalam lingkungan
usaha
kecil.
3. Prospek
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Dalam
Mencegah Terjadinya Praktek Monopoli
Tujuan UU
Antimonopoli Indonesia adalah menjaga kepentingan umum, meningkatkan
efisiensi
ekonomi nasional, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan iklim
usaha yang
kondusif melalui persaingan sehat, mewujudkan kegiatan usaha yang
efektif dan
efisien dengan melarang monopoli. Tujuan akhir UU ini adalah untuk
mewujudkan
persaingan usaha yang fair, sehingga dapat menciptakan ekonomi pasar
yang
efisien dan efektif dalam mensejahterakan rakyat.
Ketentuan UU
Antimonopoli baru dapat diterapkan kepada pelaku usaha yang membuat
perjanjian
jika perjanjian tersebut mempunyai akibat terhadap pasar yang
bersangkutan,
yaitu terjadi praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian yang bersifat per se rule
adalah
ketentuan pasal 5, dan pasal 10 ayat 1. Perjanjian yang bersifat rule of
reason
adalah ketentuan pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 11, pasal 16, pasal
22, pasal
23, dan pasal 24. Perjanjian
horisontal yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli
adalah sebagai berikut :
- Penetapan Harga
Ketentuan pasal 5 ayat 1 adalah apa yang dikenal
dengan larangan price fixing secara
horisontal. Ketentuan pasal 5 ayat 1
tersebut adalah suatu larangan yang per se. artinya, para pelaku usaha
otomatis
ditindak oleh KPPU, jika mereka membuat
perjanjian penetapan harga, tanpa memperhatikan apakah akan terjadi
persaingan
usaha tidak sehat atau tidak sebagai akibat penetapan harga tersebut,
karena
yang mengalami akibat dari perjanjian tersebut adalah konsumen/pembeli.
Mereka
membayar harga suatu barang atau jasa tertentu karena disepakati oleh
para
pelaku usaha tersebut. Dengan demikian harga yang di bayar oleh konsumen
/
pembeli bukanlah harga yang ditentukan oleh persaingan antar pelaku
usaha, dan
melalui proses antara permintaan dan penawaran, melainkan karena
ditetapkan
oleh para pelaku usaha yang membuat perjanjian price fixing tersebut.
- Diskriminasi Harga dan Diskon
Larangan penetapan diskriminasi (price discrimination)
disebutkan dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 6
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut menyatakan ”Bahwa pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk
barang dan/atau jasa yang sama.” Berdasarkan ketentuan Pasal 6 tersebut,
diskriminasi harga dilarang apabila pelaku usaha membuat suatu
perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar
harga yang tidak sama atau berbeda dengan harga
yang harus dibayar pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang sama,
karena hal ini dapat menimbulkan persaingan
usaha yang tidak sehat di kalangan pelaku usaha atau
dapat
merusak persaingan usaha.
- Pembagian Wilayah Pasar
Pembagian wilayah pasar di antara pelaku usaha yang
saling bersaing merupakan salah satu bentuk perjanjian horisontal
(kartel) yang
dilarang oleh UU Antimonopoli. Larangan pembagian wilayah tersebut
ditetapkan
secara jelas di dalam pasal 9. Ketentuan pasal 9 menetapkan “Bahwa
pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan
untuk membagi
wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap
barang atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.” Unsur
yang harus dipenuhi dari ketentuan pasal 9 adalah bahwa pelaku usaha
harus
saling bersaing pada pasar yang sama dan membuat suatu perjanjian
pembagian
wilayah pemasaran. Akibat dari kesepakatan pembagian wilayah pemasaran
tersebut, wilayah pemasaran
masing-masing pelaku usaha menjadi terbatas. Persaingan diantara mereka
menjadi
tertutup. Konsumen juga tidak mempunyai alternatif untuk membeli suatu
produk
pada pasar yang bersangkutan. Akhirnya harga produk yang dijual juga
dapat
ditentukan oleh masing-masing pelaku
usaha sekehendak hatinya. Hal ini akan
merugikan konsumen.
- Pemboikotan
Pemboikotan salah satu hambatan persaingan diatur di
dalam ketentuan pasal 10 UU Antimonopoli. Syarat-syarat terpenuhinya
suatu
pemboikotan adalah saat para pelaku usaha
yang saling bersaing pada pasar yang sama membuat suatu
perjanjian
diantara mereka. Perjanjian yang dibuat mempunyai akibat bagi pelaku
usaha yang
lain, yaitu menghambat untuk masuk kepasar yang bersangkutan (pasal 10
ayat 1).
Ketentuan ini agak sulit dibayangkan bagaimana dua atau lebih pelaku
usaha yang
saling bersaing di dalam pelaksanaannya dapat menghambat pelaku usaha
lain
untuk masuk ke pasar yang bersangkutan yang horisontal. Hal yang lazim
dilakukan dalam pemboikotan adalah pemboikotan pemasaran atau pembelian
suatu
barang atau jasa tertentu yang dilakukan oleh pelaku usaha yang saling
bersaing
sehingga merugikan pelaku usaha yang lain (pasal 10 ayat 2).
- Penetapan Jumlah Produksi
Ketentuan pasal 11 mengatur larangan pengaturan jumlah
produksi dan atau pemasaran suatu barang atau
jasa tertentu yang bermaksud untuk mempengaruhi harga yang dapat
mengakibatkan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 11 tidak
saja
bertujuan mengatur jumlah produksi tetapi juga mengatur pemasarannya.
Khusus
mengenai pengaturan pemasaran sudah diatur sebelumnya di dalam pasal 9.
Oleh
karena itu, ketentuan pasal 11 mengatur hal yang sama secara berlebihan.
Ketentuan pasal 11 tersebut dapat dikenakan, jika pelaku usaha yang
saling
bersaing membuat perjanjian yang
menetapkan jumlah produksi atau pemasaran barang
tertentu. Perjanjian tersebut harus mempunyai tujuan,
yaitu untuk melakukan kegiatan koordinasi produksi dan pemasaran yang
mempengaruhi harga barang atau jasa tertentu yang mengganggu
(menghambat)
persaingan pada pasar yang bersangkutan.
- Persekongkolan
Persekongkolan yang ditetapkan di dalam pasal 22 sampai
pasal 24 mengenai pengaturan tender, tukar menukar informasi, dan
hambatan
masuk pasar menunjukkan bahwa UU Antimonopoli juga mengenal unsur yang
disebut saling
menyesuaikan perilaku pasar pelaku usaha (kegiatan kolusif).
§
Pasal 22 mengatur larangan persekongkolan antara
pelaku usaha dengan pihak lain untuk mengatur dan / atau menentukan
pemenang
tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
§
pasal 23 mengatur hambatan persaingan melalui tukar
menukar informasi antara pelaku usaha dengan pihak lain (pihak ketiga).
Informasi
yang dimaksudkan disini adalah informasi pesaing dari pelaku usaha yang
bersifat rahasia. Diasumsikan pihak ketiga memberikan informasi pelaku
usaha yang bersifat rahasia secara strategis
yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
§
pasal 24 sebenarnya adalah suatu larangan
tindakan pemboikotan seperti yang ditetapkan di dalam pasal 10. Pelaku
usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan /
atau
pemasaran barang dan / atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan
barang
atau jasa pesaingnya berkurang pada pasar yang bersangkutan, baik dari
jumlah,
kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Ketentuan pasal 24
tersebut mencakup perjanjian horisontal dan vertikal.
KESIMPULAN
Monopoli dan Persaingan Usaha merupakan
hal biasa dalam kegiatan
ekonomi. Sejauh kegiatan itu dilakukan dalam ramburambu hukum, implikasi
penerapan monopoli dan persaingan usaha tidak bisa dihindari dalam
mekanisme
ekonomi pasar. Hanya bedanya apa yang terjadi sebelum adanya
Undang-undang No.5
Tahun 1999 praktek-praktek monopoli maupuan persaingan tidak diatur
dalam
koridor hukum yang seharusnya.
Undang-undang No. 5 Tahun 1999 menegaskan
larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara para pelaku usaha
dapat
diancam dengan sanksi administratif dan sanksi pidana. Implikasi
pemberlakuan
Undangundang ini adalah dalam rangka mengantisipasi pasar bebas pada era
globalisasi
ekonomi guna mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana
diamanatkan UUD 1945.
Perkembangan Industri kecil di Indonesia tidak
lepas dari
berbagai macam masalah yang berkaitan dengan praktek monopoli maupun
persaingan. Dimana tingkat intensitas
dan sifatnya berbeda tidak hanya menurut
jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga ada perbedaan antar
wilayah
atau lokasi, antar sentra, antar sektor atau sub sektor atau jenis
kegiatan dan
antar unit usaha dalam kegiatan atau sektor yang sama dibanding dengan
usaha
industri besar. Juga ada beberapa masalah umum yang dihadapi oleh
Pengusaha
Industri Kecil maupun Industri Rumah Tangga seperti keterbatasan modal
kerja
dan atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan
kualitas yang
baik dengan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, SDM dengan
kualitas
yang baik, terutama manajemen dan teknologi produksi. Sehingga hal ini
menyebabkan kondisi Industri Kecil sulit melawan persaingan yang terjadi
dalam
bisnis di Indonesia apalagi dengan adanya Praktek Monopoli dan
Persaingan Tidak
Sehat yang tidak dapat dihindari.
Nama
Kelompok :
- Ajeng Ayu SeptyaNingrum {20210451}
- Faidah Nailufah {29210382}
- Nia Fandani {24210954}
- Yuli Kahono Susanti {28210742}
Kelas : 2eb05
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar